Sabtu, 10 November 2012

Sawad bin Ghaziyyah RA, Sahabat yang Syahid di Perang Badar

Sawad bin Ghaziyyah RA adalah salah seorang Ahli Badar, dan termasuk dari sedikit sahabat yang menemui syahidnya di medan Perang Badar itu. Pada hari berlangsungnya pertempuran ketika sedang persiapan pasukan, Nabi SAW mengatur barisan dan meluruskannya, seperti ketika meluruskan shaf-shaf shalat. Saat tiba di tempat Sawad, beliau melihat kalau posisinya agar bergeser, tidak lurus dengan anggota pasukan lainnya. Beliau memukul perut Sawad dengan anak panah sambil bersabda, "Luruskan barisanmu, wahai Sawad…!!"
Tetapi tanpa diduga oleh siapapun, tiba-tiba Sawad berkata, "Wahai Rasulullah, engkau telah menyakitiku, maka berilah kesempatan kepadaku untuk membalasmu (meng-qishash-mu)..!!"
Para sahabat terkejut, dan sebagian besar marah dengan ucapan Sawad ini, apalagi Umar bin Khaththab. Nabi SAW sendiri sebenarnya terkejut dengan sikapnya itu, tetapi beliau menenangkan mereka. Sambil menyerahkan anak panah yang dipakai memukul, beliau bersabda, "Kalau begitu, balaslah wahai Sawad…!!"
Sambil menerima anak panah dari tangan Nabi SAW, Sawad berkata, "Wahai Rasulullah, engkau memukulku di perut yang tidak tertutup kain, karena itu hendaklah engkau singkapkan baju engkau..!!"
Para sahabat makin marah dengan sikap dan kemauan Sawad yang tidak sepatutnya ini. Tetapi Nabi SAW tetap menenangkan mereka dan memenuhi permintaan Sawad. Setelah beliau menyingkapkan baju beliau, Sawad segera melemparkan anak panah tersebut dan memeluk perut Nabi SAW dengan erat sambil menangis bahagia,  sekaligus meminta maaf kepada beliau. Sekali lagi Nabi SAW dibuat terkejut dengan tindakan Sawad yang tidak tersangka-sangka ini. Beliau berkata, "Apa-apaan engkau ini, Sawad….??"
Sawad berkata, "Inilah yang aku inginkan, ya Rasulullah, telah lama aku berharap kulitku yang hina ini bisa bersentuhan dengan kulit engkau yang mulia, dan aku bersyukur bisa melakukannya, semoga ini menjadi saat-saat terakhir dalam hidupku bersama engkau….!!"
Nabi SAW tersenyum mendengar jawaban Sawad ini, karena apa yang dilakukannya adalah ekspresi kecintaannya kepada Nabi SAW. Segera saja beliau mendoakan kebaikan dan ampunan bagi Sawad.
            Ketika pertempuran mulai berkobar, Sawad segera menghambur ke barisan kaum musyrikin yang jumlahnya jauh lebih besar, yakni lebih dari tiga kali lipat banyaknya. Dengan semangat jihad yang begitu menggelora dan keinginan untuk mencapai syahid di jalan Allah, ia menyerang musuh tanpa sedikitpun rasa takut. Luka tikaman dan sayatan senjata tidak langsung menghentikan langkahnya untuk menghadang serangan kaum musyrikin. Sawad baru berhenti berjuang ketika kakinya tidak lagi mampu menyangga tubuhnya, tangannya tak lagi mampu menggerakkan pedang akibat terlalu banyaknya luka-luka dan darah yang mengucur dari tubuhnya. Namun demikian mulutnya tampak tersenyum ketika tubuhnya roboh ke tanah, karena ruhnya langsung disambut para malaikat yang langsung mengantarnya ke hadirat Allah.

Sa’d bin Khaitsamah RA, Sahabat yang Syahid di Perang Badar

Sa'd bin Khaitsamah adalah seorang sahabat Anshar yang memeluk Islam pada masa awal, yakni ketika Ba'iatul Aqabah kedua. Ia juga ditunjuk sebagai salah satu dari duabelas pemimpin kaumnya di Madinah, yakni salah satu kabilah dari suku Aus.
Ketika Nabi SAW menggerakkan pasukan ke Badar, yang saat itu tujuan utamanya untuk menghadang kafilah dagang Quraisy, Sa'd dan ayahnya, Khaitsamah bin Harits mendatangi Nabi SAW untuk mengikutinya. Tetapi Nabi SAW menolak jika mereka berdua yang mengikutinya, dan hanya salah satu saja yang diijinkan. Khaitsamah berkata kepada anaknya, "Tidak bisa tidak, salah seorang dari kita harus tinggal, karena itu tinggallah kamu bersama istri-istrimu!"
Tetapi Sa'd menolak perintah ayahnya tersebut. Untuk membaktikan diri kepada Nabi SAW dan Islam, ia tidak ingin mengalah begitu saja. ia berkata, "Jika tidak karena jannah, aku akan mendahulukan ayah untuk berangkat. Sesungguhnya aku menginginkan syahid di tempat yang kutuju ini."
Karena tidak ada yang mengalah dan masing-masing bertahan dengan argumentasinya, maka Nabi SAW menyarankan mereka untuk melakukan undian. Ternyata Sa'd yang menang dan terpilih ke Badar mengikuti pasukan yang dibentuk Rasulullah SAW.
Tujuan utama untuk menghadang kafilah itu mengalami kegagalan karena Abu Sufyan bin Harb yang menjadi pimpinan kafilah itu sangat hati-hati dan waspada. Dari mata-mata yang dikirimkannya ia mengetahui tujuan Nabi SAW, maka ia segera mengirim utusan ke Makkah untuk meminta bantuan. Ia juga membelokkan arah kafilahnya menghindari Badar, jalur utama yang biasanya dilalui kafilahnya, dan mengambil jalan memutar melewati pesisir pantai.
Pasukan musyrikin Makkah yang berjumlah seribu orang dan dipimpin sendiri oleh Abu Jahal segera berangkat ke Badar, dan pertempuran dengan kaum muslimin yang hanya berjumlah 314 orang (termasuk Nabi SAW) tidak bisa dihindari. Setelah beberapa duel berlangsung, pertempuran mulai pecah, dan Sa’d bin Khaitsamah langsung berhadapan dengan ‘algojo’ Quraisy yang bertubuh tinggi besar, Amr bin Abdu Wudd, pahlawan Quraisy yang tidak terkalahkan.
Sa’d menyadari bahwa ia bukan tandingan yang sepadan bagi Ibnu Abdu Wudd, tetapi semangatnya sama sekali tidak menyurut. Sejak awal ia ‘mendaftarkan diri’ mengikuti pasukan Rasulullah SAW, seolah-olah ia telah mendapat bayangan akan memperoleh ‘rezeqi’ kesyahidan. Karena itulah ia rela meninggalkan istri-istri dan anak-anaknya, bahkan tidak mau digantikan ayahnya karena Nabi SAW hanya membolehkan salah satu dari mereka yang berangkat. Dengan dorongan semangat yang seperti itu, Sa’d menyerang algojo Quraisy itu dengan hebatnya, sehingga membutuhkan kerja keras dan waktu cukup lama bagi Amr bin Abdu Wudd untuk bisa mematahkan serangannya. Ibnu Abdu Wudd memenangkan pertempuran dan membunuh Sa’d, tetapi sesungguhnya Sa’d bin Khaitsamah-lah yang ‘menang’, karena hal itu mengantarkannya ke surga yang sangat dirindukannya.        
Pada tahun berikutnya, ketika Nabi SAW sedang mempersiapkan pasukan untuk Perang Uhud, Khaitsamah bin Harits mendatangi Nabi SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, tadi malam aku bermimpi bertemu dengan anakku, Sa’d bin Khaitsamah dalam keadaan yang seindah-indahnya. Ia menikmati hidup yang nyaman di surga. Ia berkata kepadaku : Wahai ayah, apa yang dijanjikan Tuhanku benar adanya, maka segeralah engkau menemui aku untuk bercengkerama di surga. Pagi harinya waktu bangun, aku sungguh merasa sangat rindu untuk menemani anakku dan bertemu Tuhanku. Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar aku dikaruniai ‘rezeqi’ mati syahid…!!”
            Nabi SAW tersenyum mendengar cerita Khaitsamah tersebut dan mendoakan seperti yang dimintanya. Ketika perang Uhud berlangsung, ia langsung menerjunkan diri dalam kancah pertempuran dan akhirnya menemui syahid seperti yang dirindukannya.

Umair bin Hammam al Anshari RA, Sahabat yang Syahid di Perang Badar

Umair bin Hammam RA adalah seorang sahabat Anshar dan seorang Ahli Badar, dan termasuk dalam sedikit sahabat yang memperoleh syahid dalam pertempuran tersebut. Ketika memacu semangat pasukan muslim, Umair mendengar Nabi SAW bersabda, “Demi diri Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seseorang di antara mereka yang berperang pada hari ini dengan sabar, mengharap keridhaan Allah, maju terus pantang mundur, melainkan Allah akan memasukkannya ke surga…!!”
Umair begitu terkesan dengan seruan Nabi SAW tersebut. Kemudian Nabi SAW bersabda lagi, “Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi..!!”
"Wahai Rasulullah, surga itu seluas langit dan bumi??" Kata Umair seolah tak percaya.
Nabi SAW bersabda, “Benar!!”
Umair berkata, “Bakhin! Bakhin!!”
Mendengar ucapannya itu, beliau bersabda, “Wahai Umair, apa yang membuatmu berkata : Bakhin, bakhin?”
“Tidak lain, ya Rasulullah, kecuali aku ingin menjadi salah satu penghuninya."
"Engkau adalah salah satu dari penguni surga itu!!" Kata Nabi SAW menegaskan. 
Mendengar sabda Nabi SAW mata Umair jadi berbinar-binar penuh kegembiraan. Saat itu ia telah mengambil kurma dari wadahnya untuk dimakan, tiba-tiba ia mengembalikannya, dan berkata, "Untuk hidup hingga menghabiskan kurma-kurma ini rasanya terlalu lama."
Diletakkannya kurma itu dan Umair segera terjun ke medan pertempuran. Ia berperang dengan perkasa memporak-porandakan kaum kafir Quraisy hingga menemui syahidnya.
            Sebagian riwayat lain menyebutkan, peristiwa tersebut menjadi asbabun nuzul dari Surah Al Baqarah 154. Riwayat lainnya menyebutkan, sahabat yang gugur tersebut adalah Tamim bin Hammam, saudaranya, bukan Umair bin Hammam.