Jumat, 30 Agustus 2013

Mush'ab bin Umair RA, Muballigh Pertama di Madinah, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud

Masa remaja Mush'ab bin Umair adalah masa remaja yang paling diidamkan oleh umumnya remaja. Ia hidup berlimpah kekayaan, tampan, cerdas, dimanjakan orang tua, diinginkan oleh banyak wanita. Ia juga sangat dihargai oleh lingkungannya karena ia berasal dari keluarga terpandang dan banyak memberikan solusi dalam majelis-majelis ketika membahas suatu permasalahan.
Namun semua kelebihan dan fasilitas yang dipunyainya jadi tak berarti ketika ia mulai mendengar adanya dakwah yang dibawa Nabi SAW. Tekanan dan siksaan yang dilakukan kaum kafir Quraisy terhadap pemeluk Islam tidak membuatnya gentar untuk mengenal lebih jauh ajaran agama baru ini. Akhirnya cahaya hidayah membawanya ke rumah Arqam bin Abil Arqam (Darul Arqam), dimana biasanya Rasulullah SAW mengajar sahabat-sahabat beliau, dan ia berba’iat memeluk Islam. Lantunan ayat-ayat Al Qur'an membuat hatinya bergemuruh, penuh gairah dan haru yang membludak, sampai akhirnya Rasullullah SAW mengusap dadanya, sehingga hatinya menjadi tenang dan damai bagaikan lubuk sungai yang dalam.
Hal yang ditakutkan setelah menjadi Islam adalah ibunya. Ibunya, Khunas binti Malik adalah sosok yang dominan, berkepribadian kuat, berpendirian yang tidak bisa ditawar-tawar. Karena itu Mush'ab menyembunyikan keislamannya dari ibunya, dan diam-diam ia selalu pergi ke rumah Arqam untuk memperdalam keislamannya. Namun pada akhirnya ibunya tahu juga perubahan keyakinan anaknya dari seseorang bernama Utsman bin Thalhah.
Tak pelak lagi, Mush'ab diinterogasi ibunya di depan pembesar-pembesar Quraisy, namun kekuatan iman telah menyatu-padu dalam hatinya sehingga tak mungkin ia kembali ke kepada agama jahiliah. Bahkan ia berdiri tegar di depan ibunya yang selama ini dihormati dan ditakutinya sambil membacakan ayat-ayat Al Qur'an. Dalam puncak kemarahannya, ibunya mengurung Mush'ab dalam ruangan sempit dan terpencil dengan penjagaan ketat.
Ketika Nabi SAW menitahkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Habsyi, Mush'ab berhasil memperdaya penjaganya dan lolos untuk mengikuti beberapa sahabat hijrah ke Habsyi. Sungguh harga yang mahal untuk mempertahankan keimanan. Kemewahan dan kemegahan masa remaja ditukar dengan hidup merana dan terlunta di negeri orang. Memang kenikmatan batin karena manisnya iman tidak akan bisa dijual dengan sebanyak apapun kemewahan dunia ini.
Tetapi hidup dalam ketenangan beribadah di Habsyi tidaklah menjamin ketenangan jiwanya. Kerinduannya untuk memandang dan bersama Nabi SAW, dirasakannya jauh lebih pedih daripada siksaan fisik yang dirasakannya ketika di Makkah. Karena itu Mush’ab memutuskan untuk kembali ke Makkah. Begitu menginjakkan kaki di tanah kelahirannya, orang-orang suruhan ibunya telah bersiap menangkapnya kembali. Mush’ab mengancam akan membunuh mereka jika berani mendekatinya. Ibunya yang juga hadir tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi karena kekerasan hatinya, ia berkata, “Pergilah sesuka hatimu, aku bukan ibumu lagi!!”
Mush’ab berkata dengan linangan air mata, “Wahai ibu, aku telah menyampaikan nasehat kepada ibu, dan sungguh aku merasa sangat kasihan kepada ibu. Bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya….!!”
Mendengar ucapannya itu, sang ibu memandangnya dengan mata menyala penuh amarah, dan berkata, “Demi bintang, sekali-kali aku tidak akan masuk agamamu itu. Otakku bisa jadi rusak dan perkataanku tidak akan didengar orang lagi!!”
Beberapa waktu kemudian Mush'ab hadir dalam majelis Nabi SAW bersama para sahabat-lainnya. Melihat penampilannya yang memang baru datang dari Habsyi, mereka menundukkan dan memejamkan mata, sebagian menangis haru melihat Mush'ab yang memakai jubah usang bertambal-tambal. Rasanya belum lama berselang ketika mereka melihat Mush'ab yang bagaikan bunga di taman, begitu cemerlang memikat dan menebarkan aroma wewangian di sekitarnya. Tetapi justru inilah yang memunculkan pujian Rasulullah SAW atas dirinya, Beliau bersabda, "Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya tetapi semua itu ditinggalkan karena cintanya pada Allah dan RasulNya."
Dakwah Nabi SAW pada beberapa kelompok suku yang sedang melaksanakan haji, kebanyakan mengalami penolakan. Tetapi enam orang dari Suku Khazraj yang dipimpin oleh As'ad bin Zurarah dari Bani Najjar menerima ajakan Rasulullah dengan baik. Pada musim haji berikutnya, dua belas orang datang lagi dan berba'iat pada Nabi SAW, tujuh orang di antaranya baru masuk silam. As'ad bin Zurarah yang juga memimpin rombongan ini meminta Rasullullah SAW mengirim seseorang yang mampu memberikan pengajaran dan memimpin dakwah di Madinah.
Pilihan Nabi SAW jatuh pada Mush'ab bin Umair. Walaupun masih muda, pengalamannya di masa jahiliah dalam majelis-majelis dan kepandaiannya saat berguru pada Rasullullah SAW tentunya menjadi pertimbangan beliau untuk memilihnya dalam tugas mulia ini. Di Madinah, Mush’ab tinggal bersama As'ad bin Zararah.
Bersama As'ad, Mush’ab mendatangi berbagai kabilah, rumah-rumah dan mejelis-majelis untuk mengajak mereka memeluk Islam. Saat berdakwah pada kabilah Abdul Asyhal, ia sempat disergap oleh Usaid bin Hudlair, pemuka kabilah tersebut karena dianggap mengacau dan membuat anak buahnya menyeleweng dari agamanya Tetapi dengan kemampuan diplomasinya dan wajahnya yang teduh serta tenang, Mush’ab mampu meredam kemarahan Usaid, dan memaksanya untuk duduk mendengarkan.
Mush'ab pun membacakan ayat-ayat Qur'an dan menjelaskan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dengan gaya bahasa yang halus penuh ketulusan, Mush'ab mampu menyentuh hati nurani Usaid yang terdalam, dan membawanya pada hidayah Allah untuk memeluk Islam, yang dalam beberapa jam kemudian disusul dengan keislaman Sa’ad bin Mu’adz, tokoh Bani Abdul Asyhal lainnya. Keislaman dua pemukanya ini dikiuti oleh hampir seluruh anggota kabilah tersebut.
Tersebarnya kabar  tentang keislaman Usaid bin Hudlair dan Sa’ad bin Mu’adz membuat tokoh-tokoh Madinah lainnya mencari tahu tentang agama baru ini. Beberapa pemuka kabilah di Madinah akhirnya memeluk Islam, antara lain Sa'ad bin Ubadah dan Amr bin Jamuh, dimana tokoh ini membuat pemusnahan banyak berhala yang selama ini dijadikan sesembahan.
Masyarakat Madinahpun makin banyak yang masuk Islam menyusul tokoh-tokohnya. Mereka berpendapat, "Kalau Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin Ubadah dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu? Marilah kita datang ke Mush'ab untuk menyatakan keislaman."
Pada Perang Uhud, Mush'ab bin Umair dipilih oleh Rasulullah sebagai pembawa bendera. Dengan strategi yang jitu dan pengaturan pasukan yang sempurna oleh Nabi SAW, pasukan Quraisy pun kocar-kacir berlarian meninggalkan harta benda di medan pertempuran. Tetapi ketidak-disiplinan sebagian besar dari 50 pasukan pemanah yang ditempatkan Nabi di atas bukit, membuat situasi berbalik. Hampir 40 orang turun untuk mengambil ghanimah dan membiarkan pertahanan dari bukit terbuka. Peringatan Abdullah bin Jubair, komandan pasukan pemanah untuk tetap tinggal di atas bukit diabaikan begitu saja.
Khalid bin Walid yang memimpin satu kelompok pasukan Quraisy melihat situasi ini, dan ia bergerak menaiki bukit. Sekitar sepuluh orang yang bertahan di atas bukit tak mampu menahan gempuran Khalid dan mereka syahid semua. Kemudian Khalid menggempur pasukan Islam di bawahnya, bahkan serangan-pun mengarah pada Nabi SAW. Mush'ab melihat keadaan bahaya yang mengancam Nabi SAW, ia bergerak cepat dengan bendera di tangan kiri yang diangkat tinggi, tangan kanan mengayun pedang dan mulutnya bergemuruh dengan takbir, mencoba membendung arus musuh yang mendatangi Rasullullah SAW.
Tetapi kekuatan yang tidak berimbang mematahkan serangan Mush’ab, tangan kanannya ditebas Ibnu Qumai'ah hingga putus, Mush'ab hanya berkata, "Muhammad tidak lain hanya seorang Rasul, sebagaimana Rasul-rasul yang telah mendahuluinya."
Kemudian bendera dikepit dengan sisa lengan kanannya, dan tangan kirinya mengayun pedang menyerang musuh yang terus berdatangan. Ketika tangan kiri itu ditebas juga hingga putus dan bendera jatuh. Lagi-lagi Umair mengulang ucapannya, "Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rasul, sebagaimana Rasul-rasul yang telah mendahuluinya."
Namun demikian dengan kedua pangkal lengannya, Mush’ab masih berusaha menegakkannya bendera itu, sampai akhirnya sebuah tombak menusuk tubuhnya hingga patah, dan gugurlah Mush'ab sebagai syahid.
            Setelah perang Uhud berakhir, Nabi SAW berdiri di dekat jasad Mush'ab dengan mata berkaca. Sesosok tubuh yang masa mudanya dibalut dengan pakaian halus, mahal dan wangi, kini jasadnya hanya tertutup kain burdah yang begitu pendek, jika ditutup kepalanya, kakinya akan terbuka, jika ditutup kakinya, kepalanya yang terbuka. Maka Nabi bersabda, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan tutupilah kakinya dengan rumput idzkir."

Hamzah bin Abdul Muthalib RA, Penghulu Para Syuhada’, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud

Hamzah bin Abdul Muthalib adalah sahabat sekaligus paman Nabi SAW. Walau sebagai paman, Hamzah seusia (lebih kurang sama) dengan beliau, bahkan ia juga saudara sesusu Nabi SAW, sama-sama dipelihara dan disusui oleh Halimah as Sa’diyah. Bahkan sebelum dibawa kepada Bani Sa’d bin Bakr, kabilahnya Halimah as Sa’diyah, keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah, salah satu sahaya Abu Lahab yang saat itu sedang menyusui anaknya, Masruh. Mereka berdua juga teman sepermainan dan tumbuh dewasa bersama-sama.
            Hamzah adalah seorang lelaki Quraisy yang sangat terpandang dan sangat disegani. Ia sangat menjunjung tinggi harga diri dan kehormatan keluarganya. Ia mempunyai kegemaran (hobbi) berburu, dan hal itu membuat dirinya makin ditakuti oleh orang-orang Quraisy lainnya.
Suatu hari di bulan Dzulhijjah tahun ke enam dari nubuwwah, ketika baru pulang dari perburuannya, seorang budak wanita milik Abdullah bin Jad’an berkata kepadanya, “Wahai Abu Ammarah (nama kunyahnya Hamzah), ketika berada di Shafa, aku melihat Abu Jahal mencaci maki dan melecehkan keponakanmu, Muhammad. Bahkan ia memukul kepalanya hingga terluka!!”
Mendengar laporan tersebut Hamzah sangat marah. Nabi SAW adalah putra kakak kandungnya, sedangkan Abu Jahal hanya saudara sepupunya. Penghinaan kepada beliau sama artinya dengan penghinaan kepada dirinya, apalagi ayahnya telah wafat. Masih dengan menenteng busur panahnya, ia berjalan berkeliling mencari Abu Jahal, setiap orang yang ditemuinya selalu ditanya keberadaan Abu Jahal. Ketika ditemuinya di dekat masjid, ia berkata, “Wahai orang yang berpantat kuning (yakni, Abu Jahal), beraninya engkau mencela anak saudaraku, sedangkan aku berada di atas agamanya…!!”
Setelah itu Hamzah memukul kepala Abu Jahal dengan busur panah yang dipegangnya hingga luka menganga. Orang-orang Bani Makhzum (kabilahnya Abu Jahal) berdiri ingin melakukan perlawanan, dan orang-orang Bani Hasyim (kabilahnya Hamzah dan Nabi SAW) juga segera berdiri di belakang Hamzah. Kalau dibiarkan mungkin bisa terjadi perang saudara saat itu. Tetapi Abu Jahal berkata kepada kaumnya, “Biarkan saja Abu Ammarah, karena aku memang telah mencaci maki anak saudaranya dengan cacian yang sangat menyakitkan!!”
Mungkin apa yang dikatakan Hamzah bahwa ia berada di atas agama Nabi SAW adalah hanya ungkapan kemarahan dan perasaan harga dirinya yang tersinggung. Tetapi bisa jadi itu memang jalan hidayah Allah, karena setelah itu ia menghadap Nabi SAW dan menyatakan dirinya memeluk Islam.
Keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib seolah menjadi pemicu bangkitnya kekuatan Islam, apalagi tiga hari kemudian disusul dengan keislaman Umar bin Khaththab. Atas inisiatif Umar, kaum muslimin yang selama ini beribadah dan berdakwah dengan sembunyi-sembunyi, jadi berani melakukannya dengan terang-terangan. Saat itu juga, Nabi SAW mengeluarkan kaum muslimin dalam dua barisan, barisan pertama dipimpin oleh Hamzah dan barisan kedua dipimpin Umar. Mereka berjalan menuju Baitullah dengan menggemakan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir kemudian berkumpul di dekat Ka’bah. Kaum kafir Quraisy hanya bisa memandang tanpa berani berbuat apa-apa.
Ketika perang Badar mulai pecah, seorang lelaki perkasa dari Quraisy, Aswad bin Abdul Asad al Makhzumy sesumbar akan menghabisi kaum muslimin. Maka Hamzah maju menghadapi orang sombong tersebut dan dengan mudah membunuhnya. Kemudian tampillah tiga pahlawan kafir Quraisy yang masih bersaudara, Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah dan Walid bin Utbah, menantang duel. Tiga orang pemuda Anshar, Auf bin Harits al Afra, Muawwidz bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah berniat menghadapi mereka, tetapi mereka hanya menginginkan sesama Quraisy saja. Maka Nabi SAW memerintahkan Hamzah, Ali dan Ubadah bin Harits yang juga bersaudara untuk menghadapinya, dan dengan mudah mengalahkan mereka. Hanya saja Ubadah sempat terluka parah, dan akhirnya gugur sebagai syahid.    
Dalam perang Badar itu, Hamzah memakai tanda bulu burung pada bajunya. Ia berperang dengan perkasanya sehingga pasukan musuh porak poranda. Seorang lelaki musyrik bertanya tentang siapa dia, dan dijawab kalau dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia berkata, "Dialah yang banyak menimbulkan kesusahan pada kita."
Dalam perang Uhud, ketika pasukan muslim porak poranda karena sebagian besar pemanah meninggalkan  posnya, seorang sahabat melihat Hamzah di dekat sebuah pohon sedang berdoa, "Aku adalah singa Allah dan singa Rasul-Nya. Wahai Allah, aku berlepas diri kepadaMu dari perbuatan orang-orang musyrik, aku memohonkan ampunanMu atas apa yang dilakukan oleh mereka (kaum muslim) atas Abu Sufyan dan teman-temannya (yakni melarikan diri dari musuh)."
Setelah itu, ia terjun lagi dalam pertempuran, menghadang pasukan musyrikin walaupun keadaannya tidak berimbang, pasukan musuh terlalu banyak. Setiap orang musyrik yang mencoba mendekati dan memeranginya pasti terbunuh. Saat itu, Wahsyi mencoba mendekatinya sambil bersembunyi di balik pohon dan batu-batuan. Tiba-tiba muncul Siba bin Abdul Uzza, Hamzah langsung menyongsongnya sambil berkata, "Mendekatlah padaku, hai anak lelaki wanita tukang khitan…!!"
Wahsyi adalah budak milik Jubair bin Muth’am, salah seorang tokoh kafir Quraisy. Pada perang Badar paman Jubair tewas di tangan Hamzah, karena itu ia menjanjikan memerdekakan Wahsyi sebagai budaknya jika bisa menuntut balas membunuh Hamzah. Hindun binti Utbah juga mendukung rencana Jubair, dengan menjanjikan akan memberikan kekayaan dan perhiasaan kepada Wahsyi. Pada perang Badar, Hindun kehilangan ayah, paman, saudara dan anaknya, yang sebagian dari mereka terbunuh di tangan Hamzah. Beberapa bulan sebelum berangkat ke Uhud, Wahsyi terus melatih keahliannya melempar tombak untuk bisa mewujudkan permintaan tuannya demi kemerdekaan dirinya, dan limpahan harta kekayaan dari Hindun.       
Ketika Hamzah sedang sibuk melawan dan menyerang Siba, Wahsyi bersiap menggerak-gerakkan tombaknya. Saat Hamzah sedang memukul kepala Siba dengan pukulan yang bisa menghancurkan kepalanya, Wahsyi melemparkan tombaknya ke arah Hamzah dan mengenai pinggang bagian bawahnya dan tembus di antara dua pahanya. Hamzah mencoba mengejarnya, tetapi jatuh dan syahid seketika.
Wahsyi mengambil tombaknya, mencabutnya dari tubuh Hamzah dan kembali ke kemahnya sambil menunggu peperangan usai..
Usai perang, Nabi SAW memerintahkan para sahabat mencari jenazah Hamzah. Sahabat yang sempat melihat Hamzah, mengantar beliau ke dekat pohon dimana Hamzah berdoa. Ketika melihat jenazahnya yang ditoreh, diiris bahkan dirusak itu, beliau berusaha keras menahan marah sehingga nafas beliau tersengal-sengal.
Dalam riwayat lainnya disebutkan, Nabi SAW sempat ‘marah’ dengan perlakuan biadab kaum musyrikin terhadap jenazah Hamzah. Beliau bersabda, “Sekiranya aku diberi kemenangan Allah atas kaum Quraisy dalam suatu pertempuran, akan aku perbuat kepada tigapuluh dari kaum Quraisy, sebagaimana mereka telah memperbuat terhadap Hamzah!!”
Beberapa sahabat-pun menimpali, “Demi Allah, sekiranya suatu ketika Allah memberikan kemenangan terhadap mereka, akan kita cincang mereka seperti yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab manapun!!”
Tetapi seketika itu Allah meredam kemarahan Nabi SAW dan kaum muslimin dengan turunnya wahyu Allah, QS Al Nahl ayat 125-128 :  Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran (cara) yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
            Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat mengkafani jenazah Hamzah. Bangkitlah seorang lelaki Anshar dan memberikan pakaiannya untuk dibuat kafan jenazah Hamzah. Kemudian Nabi SAW bersabda, "Penghulu para syuhada di sisi Allah pada hari kiamat adalah Hamzah..!"