Kamis, 20 Oktober 2016

Sahl bin Hanif RA, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud



Keadaan Rasulullah SAW di Perang Uhud makin kritis setelah gugurnya Umarah bin Sakan dan enam temannya dari sahabat Anshar. Serangan kaum kafir Quraisy makin menjadi-jadi. Utbah bin Abi Waqqash, saudara dari Sa’d, menyerang Nabi SAW dengan batu hingga melukai lambung, gigi seri dan bibir beliau. Abdullah bin Syihab sempat memukul dan melukai kening beliau. Dan akhirnya Abdullah bin Qami’ah berhasil memukul bahu dan pipi beliau hingga beliau jatuh terjerembab ke dalam suatu lubang, dan dua potongan besi menancap di pipi beliau. Dua sahabat Muhajirin yang tersisa, Sa’d bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah hampir tidak mampu lagi bertahan.
Ketika pada akhirnya Thalhah roboh, dua orang sahabat berhasil mencapai tempat Nabi SAW, yakni Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Kemudian beberapa orang menyusul seperti Abu Dujanah, Ali bin Abi Thalib, Sahl bin Hanif, Malik bin Sinan, seorang wanita Anshar, Nasibah (Nusaibah) binti Ka’ab al Maziniyah, atau yang lebih dikenal dengan Ummu Ammarah, Umar bin Khaththab, Qatadah bin Nu’man, Hathib bin Abi Balthaah, dan Abu Thalhah.
Mereka ini menjadikan tubuh mereka menjadi tameng hidup untuk melindungi Nabi SAW dari serangan kaum Quraisy yang datang tanpa hentinya. Sahl bin Hanif adalah seorang pemanah ulung, dan ia berjanji kepada Nabi SAW untuk siap mati dalam melindungi beliau. Tidak sekedar bertahan, bahkan ia menerjang barisan pasukan Quraisy yang bergelombang datang. Tak ayal tubuhnya dihujani senjata dan akhirnya gugur menemui syahidnya.

Note:sn352

Amr bin Tsabit al Waqsy (al Ushairim) RA, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud



Amr bin Tsabit al Waqsy adalah salah seorang ahli jannah yang belum pernah sekalipun menjalankan shalat. Ia dikenal sebagai al Ushairim bani Abdul Asyhal, karena itu lebih dikenal sebagai kisah al Ushairim. Ia tidak mau memeluk Islam karena takut kepada kaumnya. Tetapi, ketika Nabi SAW dan para sahabat tengah berperang di Uhud, tiba-tiba saja menguat niatnya untuk memeluk Islam. Segera ia mengucap syahadat, kemudian mengambil pedang dan tunggangannya. Pagi-pagi sekali ia melesat ke Uhud, sesampainya di sana, ia langsung menerjunkan diri dalam pertempuran.                                                                                       
            Ketika perang usai, beberapa lelaki dari bani Abdul Asyhal mencari korban dari kaumnya, dan mereka kaget menemukan Ushairim yang telah sekarat. Mereka berkata, "Demi Allah, dia adalah Ushairim. Apakah yang menyebabkan ia kemari? Kami telah meninggalkannya karena ia tidak mau memeluk Islam!"
Merekapun menanyakan hal tersebut kepada Ushairim. Dengan tertatih dan nafas yang terputus-putus ia menjawab, "Aku kemari karena rasa cinta kepada Islam. Aku telah beriman kepada Allah dan RasulNya dan memeluk Islam, kemudian berangkat kemari untuk menyertai Rasulullah SAW berjuang, hingga keadaanku seperti ini."
Tak lama kemudian ia wafat, dan ketika mereka menceritakan peristiwa ini kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya ia dari kalangan ahli jannah!"

Note:sn

Amr bin al Uqaisy RA, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud



            Sebelum Islam didakwahkan di Madinah, Amr bin Uqaisy mempunyai tagihan bunga pinjaman yang cukup besar dan ia masih menginginkan "haknya" tersebut diperoleh. Hal itulah yang menghalanginya untuk memeluk Islam, sebagaimana saudara dan kerabatnya yang lain. Islam memang melarang untuk mengambil riba kecuali pokok pinjamannya saja, walaupun hal itu telah disepakati pada akad pinjam meminjam sebelum memeluk Islam. Amr berfikir, kalau ia telah menerima semua bunga pinjaman tersebut, barulah ia akan masuk Islam.
Suatu ketika pada hari terjadinya perang Uhud, ia bertanya kepada orang sekitarnya, “Dimanakah para kemenakanku?"
Mereka menjelaskan kalau mereka sedang berperang di Uhud bersama Rasulullah SAW.
“Di Uhud?" Katanya.
Sejenak Amr terpekur, seakan-akan ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Tak lama kemudian ia memakai baju besi dan menaiki kudanya, memacunya ke arah Uhud. Ketika pasukan Islam melihat kedatangannya, mereka berkata, "Menyingkirlah dari kami, hai Amr!"
Amr berkata, "Sesungguhnya aku telah beriman."
Kemudian ia menerjunkan diri dalam pertempuran, menerjang musuh dengan semangat membara, tak kalah dengan sahabat-sahabat lainnya. Setelah pertempuran usai, Amr ditemukan mengalami luka yang cukup parah dan ia diantarkan pulang kepada keluarganya.
Beberapa hari berselang, sahabat Sa'd bin Muadz datang mengunjunginya. Ia menyuruh adik perempuan Amr untuk menanyakan kepada kakaknya tersebut, ia berperang itu untuk membela dan melindungi keluarganya, atau marah demi Allah dan RasulNya. Ketika hal itu ditanyakan sang adik, Amr berkata, "Aku berperang karena marah demi Allah dan RasulNya."
Beberapa waktu kemudian ia meninggal, dan Nabi SAW menggolongkannya sebagai ahlu jannah, walaupun ia belum sempat shalat sama sekali dalam keislamannya tersebut.

Sa'd bin Rabi' RA, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud



            Sa’d bin Rabi’ RA adalah seorang sahabat Anshar. Pada masa awal hijrah ke Madinah, oleh Nabi SAW ia dipersaudarakan dengan Abdurrahman bin Auf. Mendengar keputusan Nabi SAW itu, segera saja ia berkata kepada Ibnu Auf, "Aku adalah orang Anshar yang paling kaya, aku bagi dua hartaku dan separuhnya untukmu. Lihatlah istri-istriku, mana yang engkau sukai akan aku ceraikan. Setelah usai iddahnya, engkau bisa menikahinya…"
Abdurrahman bin Auf berterima kasih atas tawarannya tersebut, tetapi ia tidak mau menerimanya. Ia minta ditunjukkan pasar dan keesokan harinya ia berdagang di Pasar Qainuqa.
Pada perang Uhud, Sa'd bin Rabi' mengalami sekitar tujuh puluh luka, baik karena pedang, tombak ataupun anak panah. Dalam keadaan sekarat dimana nafasnya tinggal satu-satu, datanglah Zaid bin Tsabit yang memang  diperintahkan Rasulullah untuk mencarinya. Zaid berkata, "Wahai Sa'd, sungguh aku diperintah Rasulullah SAW mencarimu, dan beliau mengirim salam untukmu. Dan beliau bertanya kepadamu, bagaimana keadaanmu?"
Dengan sisa-sisa kekuatannya, Sa'd berkata,                                                                         
            "Kesejahteraan bagi Rasulullah dan bagimu juga. Katakan pada beliau, 'Wahai Rasulullah, aku telah mencium baunya jannah.' Dan katakan kepada kaumku, orang-orang Anshar, 'Kalian tidak mempunyai alasan apapun untuk melepaskan diri dari Rasulullah, walaupun kalian hanya bisa menggerakkan alis kalian…'."
Setelah itu, Sa'd meninggal sebagai syahid dalam perang Uhud tersebut.
Sa’d wafat dengan meninggalkan dua anak perempuan. Seperti kebiasaan jahiliah, saudara dari Sa'd mengambil seluruh harta peninggalan Sa'd. Istri Sa'd, Amrah binti Hizam datang kepada Nabi SAW dengan membawa putrinya, dan berkata,        "Ya Rasulullah, dua anak wanita ini adalah putri Sa'd bin Rabi, yang menyertai tuan dalam perang Uhud dan syahid disana. Paman kedua anak ini mengambil harta bendanya tanpa meninggalkan sedikitpun bagi keduanya. Padahal ia akan sulit mendapatkan jodohnya jika tidak memiliki harta."
Atas pernyataan Amrah ini, Nabi SAW bersabda, "Allah akan memutuskan hukumNya."
Tidak lama berselang, turunlah ayat tentang hukum waris, yakni Surah an Nisa ayat 11-12, dimana salah satunya mengatur hak anak perempuan atas warisan yang ditinggalkan oleh ayahnya. Inilah salah satu wujud penghargaan Islam kepada wanita dan menghapuskan kebiasaan jahiliah yang “menafikan” seorang anak wanita dalam hal harta warisan.