Sa'd bin Khaitsamah adalah seorang sahabat Anshar yang memeluk Islam pada masa awal, yakni ketika Ba'iatul Aqabah kedua. Ia juga ditunjuk sebagai salah satu dari duabelas pemimpin kaumnya di Madinah, yakni salah satu kabilah dari suku Aus.
Ketika Nabi SAW menggerakkan pasukan ke Badar, yang saat itu tujuan utamanya untuk menghadang kafilah dagang Quraisy, Sa'd dan ayahnya, Khaitsamah bin Harits mendatangi Nabi SAW untuk mengikutinya. Tetapi Nabi SAW menolak jika mereka berdua yang mengikutinya, dan hanya salah satu saja yang diijinkan. Khaitsamah berkata kepada anaknya, "Tidak bisa tidak, salah seorang dari kita harus tinggal, karena itu tinggallah kamu bersama istri-istrimu!"
Tetapi Sa'd menolak perintah ayahnya tersebut. Untuk membaktikan diri kepada Nabi SAW dan Islam, ia tidak ingin mengalah begitu saja. ia berkata, "Jika tidak karena jannah, aku akan mendahulukan ayah untuk berangkat. Sesungguhnya aku menginginkan syahid di tempat yang kutuju ini."
Karena tidak ada yang mengalah dan masing-masing bertahan dengan argumentasinya, maka Nabi SAW menyarankan mereka untuk melakukan undian. Ternyata Sa'd yang menang dan terpilih ke Badar mengikuti pasukan yang dibentuk Rasulullah SAW.
Tujuan utama untuk menghadang kafilah itu mengalami kegagalan karena Abu Sufyan bin Harb yang menjadi pimpinan kafilah itu sangat hati-hati dan waspada. Dari mata-mata yang dikirimkannya ia mengetahui tujuan Nabi SAW, maka ia segera mengirim utusan ke Makkah untuk meminta bantuan. Ia juga membelokkan arah kafilahnya menghindari Badar, jalur utama yang biasanya dilalui kafilahnya, dan mengambil jalan memutar melewati pesisir pantai.
Pasukan musyrikin Makkah yang berjumlah seribu orang dan dipimpin sendiri oleh Abu Jahal segera berangkat ke Badar, dan pertempuran dengan kaum muslimin yang hanya berjumlah 314 orang (termasuk Nabi SAW) tidak bisa dihindari. Setelah beberapa duel berlangsung, pertempuran mulai pecah, dan Sa’d bin Khaitsamah langsung berhadapan dengan ‘algojo’ Quraisy yang bertubuh tinggi besar, Amr bin Abdu Wudd, pahlawan Quraisy yang tidak terkalahkan.
Sa’d menyadari bahwa ia bukan tandingan yang sepadan bagi Ibnu Abdu Wudd, tetapi semangatnya sama sekali tidak menyurut. Sejak awal ia ‘mendaftarkan diri’ mengikuti pasukan Rasulullah SAW, seolah-olah ia telah mendapat bayangan akan memperoleh ‘rezeqi’ kesyahidan. Karena itulah ia rela meninggalkan istri-istri dan anak-anaknya, bahkan tidak mau digantikan ayahnya karena Nabi SAW hanya membolehkan salah satu dari mereka yang berangkat. Dengan dorongan semangat yang seperti itu, Sa’d menyerang algojo Quraisy itu dengan hebatnya, sehingga membutuhkan kerja keras dan waktu cukup lama bagi Amr bin Abdu Wudd untuk bisa mematahkan serangannya. Ibnu Abdu Wudd memenangkan pertempuran dan membunuh Sa’d, tetapi sesungguhnya Sa’d bin Khaitsamah-lah yang ‘menang’, karena hal itu mengantarkannya ke surga yang sangat dirindukannya.
Pada tahun berikutnya, ketika Nabi SAW sedang mempersiapkan pasukan untuk Perang Uhud, Khaitsamah bin Harits mendatangi Nabi SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, tadi malam aku bermimpi bertemu dengan anakku, Sa’d bin Khaitsamah dalam keadaan yang seindah-indahnya. Ia menikmati hidup yang nyaman di surga. Ia berkata kepadaku : Wahai ayah, apa yang dijanjikan Tuhanku benar adanya, maka segeralah engkau menemui aku untuk bercengkerama di surga. Pagi harinya waktu bangun, aku sungguh merasa sangat rindu untuk menemani anakku dan bertemu Tuhanku. Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar aku dikaruniai ‘rezeqi’ mati syahid…!!”
Nabi SAW tersenyum mendengar cerita Khaitsamah tersebut dan mendoakan seperti yang dimintanya. Ketika perang Uhud berlangsung, ia langsung menerjunkan diri dalam kancah pertempuran dan akhirnya menemui syahid seperti yang dirindukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar