Abdullah bin Amr
bin Haram atau dikenal dengan nama Abu Jabir, adalah sahabat Anshar yang juga
pemuka dari bani Salimah, termasuk suku Khazraj. Ia adalah ayah dari sahabat
yang banyak meriwayatkan hadits Nabi SAW, Jabir bin Abdullah. Ibnu Amr bin
Haram ini termasuk sahabat Anshar yang mula-mula memeluk Islam, yakni ketika
terjadinya Ba'iatul Aqabah kedua, yang dalam peristiwa tersebut, ia ditunjuk
sebagai salah satu dari duabelas pemimpin kaum Anshar Madinah. Ia juga termasuk
dari Ahlu Badar, sahabat yang mengikuti perang Badar dan mendapat pujian Allah
dalam Al Qur'an dan jaminan masuk surga.
Ketika akan
berangkat ke perang Uhud, seakan-akan telah mendapat firasat menemui syahid, ia
berkata kepada anaknya, Jabir bin Abdullah, "Wahai anakku, sungguh tidak
kulihat diriku kecuali aku akan menemui ajal dalam pertempuran ini. Aku tidak
rela ada seseorang yang mencintai Rasulullah SAW, yang cintanya lebih besar
daripada cintamu kepada beliau, anakku!! Selain itu, aku mempunyai hutang, maka
lunasilah hutang-hutang tersebut. Dan aku wasiatkan agar engkau menjaga
saudaramu sebaik-baiknya…..!!"
Dalam perang
Uhud, Nabi SAW menempatkan limapuluh orang pemanah ulung di atas bukit, yang
menjadi titik pertahanan pasukan muslimin dari serangan pasukan kaum kafir
Quraisy. Abu Jabir termasuk dalam pasukan pemanah yang dipimpin oleh Abdullah
bin Jubair ini. Nabi SAW berpesan agar mereka tetap tinggal di bukit itu, baik
dalam keadaan menang atau kalah. Apapun keadaannya mereka harus tetap berahan
di atas bukit itu, kecuali jika beliau sendiri yang memerintahkan mereka untuk
turun.
Pertempuran
berlangsung beberapa lama, dan pasukan Quraisy dapat dipukul mundur. Mereka
berlari meninggalkan gelanggang sekaligus meninggalkan barang-barangnya
terserak di medan
pertempuran Uhud. Bagaimanapun nyawa lebih penting daripada barang-barang
berharga yang dibawanya dalam pertempuran. Para
pemanah di atas bukit tampaknya tergiur dengan barang-barang orang Quraisy, dan
mereka turun bukit untuk mengambilnya. Abdullah bin Jubair berteriak
mengingatkan pesan Nabi SAW, tetapi mereka mengabaikannya, tinggallah hanya
sekitar sepuluh orang, termasuk Abu Jabir yang bertahan di atas bukit.
Sekelompok
pasukan berkuda Quraisy di bawah pimpinan Khalid bin Walid, yang sebenarnya
telah cukup jauh meninggalkan Uhud melihat keadaan itu. Ia menyadari, kekalahan
pasukannya yang lebih besar dan lebih banyak jumlahnya tidak terlepas dari
peran para pemanah di atas bukit tersebut. Dengan berkurangnya kekuatan
pertahanan di bukit tersebut, Khalid bin Walid yakin bahwa ia bisa membalikkan
keadaan. Maka ia memerintahkan pasukannya bergerak menaiki bukit tersebut.
Ibnu Jubair, Abu
Jabir dan sekitar delapan kawannya menghujani mereka dengan panah untuk
menghadang gerakannya, tetapi itu tidak banyak berarti karena panah yang mereka
lontarkan tak ubahnya gerimis saja. Dalam sekejab mereka berhadapan dan
terjadilah pertempuran tidak seimbang, mereka berjuang mati-matian menghambat
laju Khalid dengan tombak dan pedangnya, tetapi akhirnya mereka semua tewas
mengenaskan dengan luka-luka yang sangat parah, termasuk Abu Jabir.
Pasukan Khalid
bin Walid turun dari bukit dan menyerang pasukan muslim sehingga mereka porak
poranda. Melihat manuver Ibnu Walid tersebut, pasukan Quraisy lainnya segera
kembali ke arena pertempuran dan menyerbu dengan gencarnya sehingga keadaan
berbalik jadi kekalahan bagi pasukan muslimin, bahkan keadaan Rasulullah SAW
sangat kritis, beliau terluka parah dan terjatuh ke dalam suatu lubang.
Usai perang
Uhud, ketika Nabi SAW dan para sahabat memeriksa jenazah para syahid, mereka
mendapati wajah Abu Jabir seperti disayat-sayat. Memang, dalam pertempuran Uhud
ini kaum kafir Quraisy seakan melampiaskan dendam kekalahannya di perang Badar,
salah satunya dengan cara merusak jenazah para syahid, seperti yang juga
terjadi pada jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi SAW.
Jabir bin
Abdullah, saudara-saudaranya, dan beberapa kaum muslimin lainnya mendatangi
Uhud setelah pasukan Quraisy meninggalkan arena pertempuran. Ia menangisi jasad
ayahnya karena keadaannya yang sangat mengenaskan. Bahkan Fathimah, putri Nabi
SAW sempat menjerit melihat keadaan wajah Abu Jabir. Melihat reaksi mereka ini,
Nabi SAW bersabda, "Janganlah kalian menangis, sesungguhnya para malaikat
terus menerus menaunginya dengan sayap-sayap mereka…!"
Beberapa hari
berselang setelah perang Uhud tersebut, Jabir bin Abdullah mendatangi Nabi SAW
dan mengatakan bahwa ayahnya yang telah syahid tersebut meninggalkan hutang,
dan juga banyak tanggungan keluarga. Ia menyangka ayahnya akan terhalang
memperoleh pahala karena tanggungan yang ditinggalkannya tersebut, sebagaimana
pernah disabdakan beliau. Tetapi Nabi SAW dengan tersenyum bersabda kepadanya,
"Maukah aku beritahukan kabar gembira tentang apa yang dijumpai ayahmu di
sisi Allah."
"Tentu, ya
Rasulullah, " Kata Jabir.
Kemudian Nabi
SAW menceritakan bahwa Allah SWT menjadikan Abu Jabir hidup lagi dan
mengajaknya berbicara langsung, padahal tidak ada seorangpun yang diajak
berbicara oleh Allah melainkan dari balik tabir. Allah berfirman kepadanya,
"Wahai hamba-Ku, apa yang engkau inginkan!!"
"Ya
Allah," Kata Abu Jabir, "Kembalikanlah aku ke bumi agar aku dapat
berjuang dan sekali lagi gugur syahid di jalan-Mu…!!"
Allah berfirman
kepadanya, "Telah tetap ketentuan-Ku, bahwa siapapun yang telah mati,
tidak akan dikembalikan lagi ke bumi…!!"
"Kalau
memang demikian, Ya Allah, sampaikanlah keadaanku ini kepada orang-orang di
belakangku," Kata Abu Jabir.
Maka turunlah
Surah Ali Imran ayat 169-170 sebagai realisasi permintaan Abdullah bin Amr ini.
Yakni Allah berfirman, “Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan
karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati
terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka,
bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.”
Sebagian riwayat
lain menyebutkan, asbabun nuzul ayat tersebut adalah kesedihan sebagian besar
sahabat karena syahidnya para sanak saudara mereka dalam Perang Uhud, dan
tubuhnya dirusak oleh orang-orang kafir Quraisy. Seolah-olah Allah memberikan
hiburan kepada para sahabat yang masih hidup, sekaligus memberi motivasi dan
semangat untuk terus berjihad di jalan Allah.
Abu Jabir
dimakamkan dalam satu lubang dengan sahabatnya yang juga syahid di Perang Uhud,
yakni Amr bin Jamuh. Nabi SAW menyatakan bahwa dua orang itu bersahabat dan
saling sayang menyayangi selagi hidup di dunia, sehingga sudah sepantasnya jika
mereka tetap bersama dalam satu pemakaman.