Selasa, 29 Oktober 2013

Amr bin Jamuh RA, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud

Amr bin Jamuh RA adalah pemuka dari Bani Salimah (Salamah), termasuk suku Khazraj. Ia terkenal sebagai orang yang sangat dermawan. Suatu ketika Nabi SAW pernah bertanya kepada penduduk Bani Salimah, “Siapakah pemimpin kalian?”
Mereka berkata, “Jaddu bin Qeis, hanya saja ia seorang yang sangat kikir!!”
Maka Nabi SAW bersabda, “Penyakit apa lagi yang lebih parah daripada kikir? Kalau begitu pemimpin kalian adalah Amr bin Jamuh!!”
Kisah keislamannya termasuk unik. Semua itu berasal dari keisengan dua pemuda Bani Salimah yang terlebih dahulu telah memeluk Islam, yang salah satunya adalah anaknya sendiri, yaitu Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muadz bin Jabal, keduanya memeluk Islam dan berba'iat kepada Nabi SAW di Aqabah. Suatu malam, dua orang pemuda ini masuk ke rumah Amr dan mengambil berhala sesembahannya. Berhala yang biasa dipanggil "manat" itu dilemparkan ke lubang pembuangan kotoran dalam keadaan menungging, kepala menghunjam ke kotoran.
Keesokan harinya, Amr marah-marah karena kehilangan tuhannya, iapun mencarinya dan menemukannya di lubang kotoran. Setelah mengambil dan membersihkannya, Amr meletakkan kembali di tempatnya semula dan berkata kepada berhala itu, "Demi tuhan, jika aku tahu siapa yang melakukan kekejian ini kepadamu, aku pasti akan membalasnya."
Pada malam harinya, kedua pemuda ini mengulang perbuatannya, dan membuangnya pada tempat yang sama. Pada pagi harinya, Amr terbangun dalam keadaan marah-marah karena sekali lagi kehilangan tuhannya. Ia kembali mencarinya dan menemukannya di tempat yang sama. Ia membersihkan dan menempatkannya kembali seperti semula. Kejadian ini berulang sampai beberapa kali. Karena jengkel hal itu terus berulang tanpa tahu siapa yang melakukannya, ia meletakkan pedang di pundak berhala tersebut dan berkata, "Sesungguhnya aku tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan ini. Jika engkau memang mempunyai kekuatan, pertahankanlah dirimu sendiri dengan pedang ini."
Kedua pemuda inipun kembali mengambil berhala tersebut. Melihat ada pedang tergantung, keisengannya-pun bertambah, mereka menggantungkan pula bangkai anjing pada berhala itu, dan kali ini membuangnya pada lubang kotoran dari Bani Salimah yang digunakan oleh orang banyak. Sama seperti sebelumnya, berhala itu dalam keadaan menungging.
     Pagi harinya ketika Amr terbangun dan tidak menemukan berhalanya, ia mencari ke tempat biasa, tetapi ia tidak menemukannya di sana. Ketika ia melihat kerumunan orang di lubang kotoran yang lainnya, ia menghampirinya, dan ia mendapati "tuhannya" terhunjam ke kotoran dengan pedang dan bangkai anjing di pundaknya. Akhirnya Amr sadar bahwa berhala yang selama ini disembahnya tidak mempunyai kekuatan apa-apa, bahkan untuk mempertahankan dirinya sendiri walaupun senjata tersedia, ternyata ia tidak mampu.
Beberapa orang Bani Salimah lainnya yang telah memeluk Islam menghampirinya dan menceritakan tentang agama Islam kepadanya, dan akhirnya ia memeluk Islam.
Amr bin Jamuh RA adalah seorang sahabat yang kakinya pincang. Anak-anaknya selalu menyertai Nabi SAW dalam perjuangan membela Islam. Dalam perang Uhud, ia ingin ikut serta seperti anaknya, tetapi kaum kerabatnya melarang, keadaan kakinya dijadikan alasan agar ia tinggal saja di Madinah. Bahkan ketika ia menghadap langsung kepada Nabi SAW untuk meminta ijin, beliau juga menyarankan hal yang sama. Ia hanya bisa berkata, "Sungguh menyedihkan, anak-anakku masuk surga sedangkan aku ketinggalan di belakang."
Istrinya, Ummu Walad yang memang sangat mencintai Nabi SAW dan Islam, sangat gencar mendorong anggota keluarganya untuk mengikuti perang Uhud. Karena itu ketika ia kembali ke rumah dan mendapati suaminya di sana, ia jadi uring-uringan. Ia berkata, "Wahai suamiku, aku tidak percaya mereka melarangmu mengikuti pertempuran itu. Tampaknya engkau saja yang takut menyertai mereka dalam pertempuran."
Mendengar penuturan istrinya itu, ia berangkat lagi untuk menemui Nabi SAW. Setelah keluar pintu rumahnya ia menghadapkan wajah ke kiblat dan berdoa, "Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku kepada keluargaku….!"
Ia mengucapkan doanya itu dua kali, dan Ummu Walad mendengarnya. Ia melangkahkan kaki menuju masjid, dan setelah bertemu Nabi SAW, ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku sangat menginginkan gugur syahid di medan pertempuran, tetapi kaum kerabatku selalu melarangnya. Aku tidak bisa lagi menahan keinginanku, ya Nabiyallah ijinkanlah aku mengikuti pertempuran ini. Aku berharap dapat berjalan-jalan di surga dengan kakiku yang pincang ini."
Nabi SAW menasehatinya untuk tetap tinggal karena ia mempunyai udzur syar'i untuk tidak mengikuti jihad atau pertempuran. Tetapi Amr tetap memaksa, sehingga akhirnya Rasulullah SAW mengijinkannya.
Dalam perang Uhud itu, ia  berjuang bersisian dengan anaknya, Walad bin Amr, dengan gigih ia menyerang musuh, sambil terus berteriak, "Demi Allah, aku sangat mencintai surga!"
Dua orang anak dan bapak ini akhirnya menemui syahidnya. Usai pertempuran, istrinya, Ummu Walad mendatangi medan perang Uhud, menaikkan dua jenazah orang terkasihnya itu ke atas untanya, dan juga jenazah saudaranya, Abdullah, untuk dibawa ke Madinah. Tetapi untanya ini tak mau bergerak, walau dipukul dan dicambuk.
Melihat hal itu, Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya unta ini diperintahkan berlaku demikian. Apakah Amr mengatakan sesuatu ketika meninggalkan rumah?"
"Benar, ya Rasulullah," Kata Ummu Walad, "Sebelum meninggalkan rumah untuk menyertai pertempuran ini, ia menghadapkan wajah ke kiblat dan berdoa agar tidak dikembalikan kepada keluarganya."
Mendengar penjelasannya itu, Rasulullah SAW memerintahkan agar memakamkan tiga syuhada ini di bukit Uhud. Amr bin Jamuh dimakamkan dalam satu lobang dengan Abdullah bin Amr bin Haram, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Jabir (ayah dari sahabat Jabir bin Abdullah, yang banyak meriwayatkan Hadits Nabi SAW). Keduanya saling mengasihi dan selalu bersama-sama dalam kehidupan dunia, dan masih terikat saudara. Istrinya Ummu Walad adalah saudara Abu Jabir.
            Empatpuluh enam tahun berselang setelah Perang Uhud itu, Muawiyah menggali sebuah mata air dan mengalirkannya melewati bekas medan perang Uhud itu. Beberapa makam syuhada Uhud tergenang air dan jasadnya keluar, termasuk makam Amr bin Jamuh dan Abu Jabir. Tetapi dengan kekuasaan Allah, jasad mereka itu dalam keadaan utuh, bahkan darahnya masih merah seolah-olah baru saja terluka tersayat pedang. Mereka berdua seperti tengah tertidur lelap saja. Abu Jabir memindahkan jasad ayah dan pamannya itu ke makam Baqi di Kota Madinah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar