Amr bin Jamuh RA adalah pemuka dari
Bani Salimah (Salamah), termasuk suku Khazraj. Ia terkenal sebagai orang yang
sangat dermawan. Suatu ketika Nabi SAW pernah bertanya kepada penduduk Bani
Salimah, “Siapakah pemimpin kalian?”
Mereka berkata, “Jaddu bin Qeis,
hanya saja ia seorang yang sangat kikir!!”
Maka Nabi SAW bersabda, “Penyakit
apa lagi yang lebih parah daripada kikir? Kalau begitu pemimpin kalian adalah
Amr bin Jamuh!!”
Kisah keislamannya termasuk unik.
Semua itu berasal dari keisengan dua pemuda Bani Salimah yang terlebih dahulu telah
memeluk Islam, yang salah satunya adalah anaknya sendiri, yaitu Muadz bin Amr
bin Jamuh dan Muadz bin Jabal, keduanya memeluk Islam dan berba'iat kepada Nabi
SAW di Aqabah. Suatu malam, dua orang pemuda ini masuk ke rumah Amr dan
mengambil berhala sesembahannya. Berhala yang biasa dipanggil "manat"
itu dilemparkan ke lubang pembuangan kotoran dalam keadaan menungging, kepala
menghunjam ke kotoran.
Keesokan harinya, Amr marah-marah
karena kehilangan tuhannya, iapun mencarinya dan menemukannya di lubang
kotoran. Setelah mengambil dan membersihkannya, Amr meletakkan kembali di
tempatnya semula dan berkata kepada berhala itu, "Demi tuhan, jika aku
tahu siapa yang melakukan kekejian ini kepadamu, aku pasti akan
membalasnya."
Pada malam harinya, kedua pemuda
ini mengulang perbuatannya, dan membuangnya pada tempat yang sama. Pada pagi
harinya, Amr terbangun dalam keadaan marah-marah karena sekali lagi kehilangan
tuhannya. Ia kembali mencarinya dan menemukannya di tempat yang sama. Ia
membersihkan dan menempatkannya kembali seperti semula. Kejadian ini berulang
sampai beberapa kali. Karena jengkel hal itu terus berulang tanpa tahu siapa
yang melakukannya, ia meletakkan pedang di pundak berhala tersebut dan berkata,
"Sesungguhnya aku tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan
ini. Jika engkau memang mempunyai kekuatan, pertahankanlah dirimu sendiri
dengan pedang ini."
Kedua pemuda inipun kembali
mengambil berhala tersebut. Melihat ada pedang tergantung, keisengannya-pun
bertambah, mereka menggantungkan pula bangkai anjing pada berhala itu, dan kali
ini membuangnya pada lubang kotoran dari Bani Salimah yang digunakan oleh orang
banyak. Sama seperti sebelumnya, berhala itu dalam keadaan menungging.
Pagi harinya ketika Amr terbangun dan tidak menemukan berhalanya, ia
mencari ke tempat biasa, tetapi ia tidak menemukannya di sana . Ketika ia melihat kerumunan orang di
lubang kotoran yang lainnya, ia menghampirinya, dan ia mendapati
"tuhannya" terhunjam ke kotoran dengan pedang dan bangkai anjing di
pundaknya. Akhirnya Amr sadar bahwa berhala yang selama ini disembahnya tidak
mempunyai kekuatan apa-apa, bahkan untuk mempertahankan dirinya sendiri
walaupun senjata tersedia, ternyata ia tidak mampu.
Beberapa orang Bani Salimah lainnya
yang telah memeluk Islam menghampirinya dan menceritakan tentang agama Islam
kepadanya, dan akhirnya ia memeluk Islam.
Amr bin Jamuh RA adalah seorang
sahabat yang kakinya pincang. Anak-anaknya selalu menyertai Nabi SAW dalam
perjuangan membela Islam. Dalam perang Uhud, ia ingin ikut serta seperti
anaknya, tetapi kaum kerabatnya melarang, keadaan kakinya dijadikan alasan agar
ia tinggal saja di Madinah. Bahkan ketika ia menghadap langsung kepada Nabi SAW
untuk meminta ijin, beliau juga menyarankan hal yang sama. Ia hanya bisa
berkata, "Sungguh menyedihkan, anak-anakku masuk surga sedangkan aku
ketinggalan di belakang."
Istrinya, Ummu Walad yang memang
sangat mencintai Nabi SAW dan Islam, sangat gencar mendorong anggota
keluarganya untuk mengikuti perang Uhud. Karena itu ketika ia kembali ke rumah
dan mendapati suaminya di sana ,
ia jadi uring-uringan. Ia berkata, "Wahai suamiku, aku tidak percaya
mereka melarangmu mengikuti pertempuran itu. Tampaknya engkau saja yang takut
menyertai mereka dalam pertempuran."
Mendengar penuturan istrinya itu,
ia berangkat lagi untuk menemui Nabi SAW. Setelah keluar pintu rumahnya ia
menghadapkan wajah ke kiblat dan berdoa, "Ya Allah, janganlah Engkau
kembalikan aku kepada keluargaku….!"
Ia mengucapkan doanya itu dua kali,
dan Ummu Walad mendengarnya. Ia melangkahkan kaki menuju masjid, dan setelah
bertemu Nabi SAW, ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku sangat menginginkan
gugur syahid di medan
pertempuran, tetapi kaum kerabatku selalu melarangnya. Aku tidak bisa lagi
menahan keinginanku, ya Nabiyallah ijinkanlah aku mengikuti pertempuran ini.
Aku berharap dapat berjalan-jalan di surga dengan kakiku yang pincang
ini."
Nabi SAW menasehatinya untuk tetap
tinggal karena ia mempunyai udzur syar'i untuk tidak mengikuti jihad atau
pertempuran. Tetapi Amr tetap memaksa, sehingga akhirnya Rasulullah SAW mengijinkannya.
Dalam perang Uhud itu, ia berjuang bersisian dengan anaknya, Walad bin
Amr, dengan gigih ia menyerang musuh, sambil terus berteriak, "Demi Allah,
aku sangat mencintai surga!"
Dua orang anak dan bapak ini
akhirnya menemui syahidnya. Usai pertempuran, istrinya, Ummu Walad mendatangi medan perang Uhud,
menaikkan dua jenazah orang terkasihnya itu ke atas untanya, dan juga jenazah
saudaranya, Abdullah, untuk dibawa ke Madinah. Tetapi untanya ini tak mau
bergerak, walau dipukul dan dicambuk.
Melihat hal itu, Nabi SAW bersabda,
"Sesungguhnya unta ini diperintahkan berlaku demikian. Apakah Amr
mengatakan sesuatu ketika meninggalkan rumah?"
"Benar, ya Rasulullah,"
Kata Ummu Walad, "Sebelum meninggalkan rumah untuk menyertai pertempuran
ini, ia menghadapkan wajah ke kiblat dan berdoa agar tidak dikembalikan kepada
keluarganya."
Mendengar penjelasannya itu,
Rasulullah SAW memerintahkan agar memakamkan tiga syuhada ini di bukit Uhud.
Amr bin Jamuh dimakamkan dalam satu lobang dengan Abdullah bin Amr bin Haram, atau
yang lebih dikenal dengan nama Abu Jabir (ayah dari sahabat Jabir bin Abdullah,
yang banyak meriwayatkan Hadits Nabi SAW). Keduanya saling mengasihi dan selalu
bersama-sama dalam kehidupan dunia, dan masih terikat saudara. Istrinya Ummu
Walad adalah saudara Abu Jabir.
Empatpuluh enam tahun berselang setelah Perang Uhud
itu, Muawiyah menggali sebuah mata air dan mengalirkannya melewati bekas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar