Pasukan muslimin yang mengikuti
Rasulullah SAW dalam Perang Uhud tidak semuanya dari kaum muslimin (kaum
Muhajirin atau Anshar), tetapi ada juga orang-orang Madinah yang masih musyrik,
orang Yahudi, termasuk kaum Munafiqin yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin
Salul. Tetapi keikutsertaan mereka dalam pertempuran tersebut ada juga yang membawa
berkah dan hidayah, yakni memeluk Islam dan kemudian syahid, padahal belum ada
ibadah yang dilakukannya dalam Islam, kecuali membaca dua kalimat Syahadat
saja, salah satu di antara mereka adalah Harits bin Suwaid.
Harits bin Suwaid adalah putra dari
Suwaid bin Shamit, seorang sahabat Nabi SAW yang telah memeluk Islam dan
menjumpai syahidnya ketika Islam belum didakwahkan di Madinah. Suwaid merupakan
orang yang terkemuka dari kaumnya, bernasab mulia dan mempunyai kedudukan
tinggi, serta seorang penyair yang cerdas sehingga memperoleh gelar Al Kamil
(Sang Sempurna) dari penduduk Yatsrib. Ketika terjadi Perang Bu’ats, perang
saudara antara suku Aus dan Khazraj, ia tewas
di tangan Abdullah bin Ziyad, atau dikenal dengan Al Mujadzdzir. Karena itulah
Harits menyimpan rasa dendam kepada pembunuh ayahnya tersebut. Tetapi ia tidak berani
‘menantang’ langsung, karena Al Mujadzdzir seorang yang berwatak kasar dan
pemberani. Gelar atau nama Al Mujadzdzir, yang artinya Sang Pembongkar Urat,
disematkan kepadanya karena wataknya tersebut, khususnya di masa jahiliahnya.
Ketika telah memeluk Islam, berangsur wataknya tersebut berangsur berkurang.
Ketika berangkat ke Uhud, Harits bin
Suwaid belum memeluk Islam, ia hanya ‘ikut-ikutan’ saja, karena kebanyakan dari
kaumnya yang tinggal di Madinah adalah kaum wanita dan anak-anak, serta
orang-orang tua dan lemah. Ketika bertempur dalam kubu yang sama melawan kaum
kafir Quraisy, entah mengapa Harits berprasangka bahwa Al Mujadzdzir akan
membunuhnya jika mereka telah kembali ke Madinah, apalagi saat itu ia belum
memeluk Islam. Perasaan itu begitu menghantuinya, sehingga pada suatu
kesempatan, ketika Al Mujadzdzir sibuk berperang dengan orang kafir, Harits
menikamnya sehingga tewas.
Ternyata setelah menewaskan
‘pembunuh’ ayahnya tersebut, perasaaanya bukannya jadi tenang, justru timbul
penyesalan yang luar biasa. Ia segera menghadap Nabi SAW menunjukkan
penyesalannya, sekaligus menyatakan dirinya memeluk Islam. Kemudian ia kembali
ke medan
pertempuran dan akhirnya gugur sebagai syahid.
Note:spr174
Tidak ada komentar:
Posting Komentar