Kisah Keislamannya
Utsman bin Affan berasal dari kalangan bangsawan Suku Quraisy, kaya raya dan pengusaha yang sukses. Ia termasuk kelompok sahabat yang pertama-tama memeluk Islam. Dalam perjalanan pulang dari perniagaannya di Syam, di sebuah tempat teduh antara Ma'an dan Zarqa, ia tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya itu ia mendengar seorang penyeru berkata, “Bangunlah kalian, karena Ahmad telah bangkit di Makkah!!
Utsman langsung terbangun karena seruan dalam mimpinya itu. Ia bertanya-tanya ada apa gerangan di Makkah?? Ia segera mengajak teman-temannya untuk segera pulang. Setibanya di Makkah , ia segera menemui sahabatnya, Abu Bakar dan menceritakan mimpinya. Ternyata Abu Bakar telah memeluk Islam, dan menceritakan tentang dakwah baru yang disampaikan Nabi SAW. Utsman yang sebelumnya memang begitu takjub dan terpesona dengan ketinggian dan kemuliaan akhlak Nabi SAW, segera saja meminta Abu Bakar mengantarnya menghadap Rasulullah SAW untuk berba'iat memeluk Islam.
Ketika keislamannya diketahui keluarganya, pamannya yang bernama Hakam bin Abul Ash bin Umayyah menangkap dan mengikatnya dengan tali, kemudian berkata, "Apakah kamu membenci agama nenek moyangmu dan lebih suka pada agama baru tersebut? Demi Allah, aku tidak akan melepaskan ikatanmu selamanya, jika kau tidak kembali ke agama nenek moyangmu!!"
Tetapi keimanan telah merasuki jiwanya sehingga dengan tegas ia berkata, "Demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama ini selama-lamanya, dan tidak akan berpisah dengannya apapun resikonya."
Melihat keteguhannya yang rasanya tidak akan tergoyahkan, akhirnya Hakam melepaskan ikatannya.
Tidak Disusahkan Hartanya dengan Hisab
Utsman bin Affan merupakan sahabat yang pengusaha dan kaya-raya sebagaimana Abdurrahman bin Auf. Mereka berdua juga sangat dermawan, dan termasuk dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga semasa hidupnya. Hanya saja tentang Abdurrahman bin Auf, Nabi SAW pernah bersabda bahwa ia akan masuk surga perlahan-lahan, dalam riwayat lain, dengan merangkak, karena hisab kekayaannya. Sebagaimana Nabi Sulaiman AS adalah nabi yang perlahan-lahan masuk surga karena hisab kekayaannya. Karenanya Nabi SAW menyatakan, “Abdurrahman bin Auf adalah Sulaimannya ummatku!!”
Tetapi menyangkut Utsman bin Affan, beliau justru menyatakan, "Tidak ada yang membahayakan Utsman, setelah apa yang dilakukannya hari ini…."
Ungkapan ini disabdakan Nabi SAW setelah apa yang dibelanjakan Utsman bin Affan di jalan Allah untuk perang Tabuk. Pasukan yang dibentuk untuk menghadapi serangan pasukan Romawi ini disebut dengan Jaisyul Usrah (Pasukan di Masa Sulit), karena waktu itu musim panas, kekeringan dan paceklik melanda jazirah Arab. Tidak mudah menghimpun dana dan perbekalan sementara kebanyakan kaum muslimin sendiri dalam kesulitan menjalani hidup sehari-hari.
Utsman bin Affan yang tengah mempersiapkan kafilah dagang ke Syam dengan 200 ekor unta lengkap barang dan perbekalannya berikut uang sebanyak 200 uqiyah, langsung dibelokkan ke masjid Nabi SAW untuk pasukan Tabuk. Itu belum cukup juga, ia menambah dan menambah hingga mencapai 900 unta dan 100 kuda, riwayat lain menyebutkan sebanyak 940 unta dan 60 kuda, lengkap dengan perlengkapan dan perbekalannya. Masih belum puas bersedekah, Utsman datang ke kamar Nabi SAW dan menyerahkan 700 uqiyah emas, riwayat lain menyebutkan 1000 atau 10.000 dinar, yang langsung diterima oleh tangan Rasulullah SAW sendiri.
Ungkapan dan sabda Nabi SAW tersebut mungkin merupakan puncak kekaguman dan penghargaan beliau atas pengorbanan Utsman atas kekayaannya, demi kepentingan ummat dan agama Islam.
Tentunya bukan sekedar peristiwa menjelang Perang Tabuk itu kedermawanan Utsman bin Affan. Pada awal hijrah ke Madinah, kaum Muhajirin mengalami kesulitan air. Sebenarnya ada mata air yang mengeluarkan air tawar yang segar dan enak yang disebut Sumur Raumah. Sayangnya mata air ini dikuasai oleh orang Yahudi, yang menjualnya satu geriba air dengan segantang gandum. Kaum Muhajirin yang kebanyakan meninggalkan kekayaannya di Makkah tentu saja tak mampu membayarnya.
Nabi SAW mengharapkan ada sahabat yang membeli telaga tersebut untuk kepentingan umat muslim, maka tampillah Utsman bin Affan memenuhi harapan Nabi SAW. Pada awalnya si Yahudi menolak menjualnya, maka Utsman bersiasat dengan membeli separuhnya saja. Si Yahudi setuju dengan harga 12.000 dirham, dengan pembagian, satu hari untuk Utsman dan satu hari untuk si Yahudi.
Ketika giliran waktu untuk Utsman, kaum muslimin dan masyarakat Madinah yang membutuhkan air dipersilahkan untuk mengambilnya dengan gratis dan tanpa batas. Karena itu mereka menampung untuk dua hari. Ketika tiba giliran waktu untuk si Yahudi, tak ada lagi orang yang membeli air darinya sehingga ia kehilangan pendapatannya dari telaga tersebut. Akhirnya ia menjual bagiannya tersebut kepada Utsman seharga 8.000 dirham, sehingga masyarakat Madinah bisa memperoleh air segar telaga tersebut kapan saja dengan cuma-cuma.
Ketika kaum muslimin di Madinah makin banyak dan masjid tidak lagi bisa menampung, Nabi SAW bermaksud melakukan perluasan dengan membeli tanah dan bangunan di sekitar masjid. Tampillah Utsman untuk merealisasikan maksud Nabi SAW tersebut, dan tanpa segan ia mengeluarkan 15.000 dinar. Begitupun setelah Fathul Makkah, Nabi SAW bermaksud memperluas Masjidil Haram dengan membeli tanah dan bangunan sekitar masjid, sekali lagi Utsman tampil memenuhi harapan Nabi SAW dengan mengeluarkan sedekah 10.000 dinar.
Masih banyak lagi kisah kedermawanan Utsman sehingga tak heran jika Nabi SAW bersabda, “Setiap nabi mempunyai teman karib di surga, dan teman karibku adalah Utsman!!”
Satu peristiwa lagi di jaman Khalifah Abu Bakar, saat itu paceklik melanda kota Madinah, kaum musliminpun mengalami berbagai kesulitan. Ketika dilaporkan kepada Abu Bakar , ia berkata, "Insya Allah, besok sebelum sore tiba, akan datang pertolongan Allah…"
Pagi hari esoknya, datanglah kafilah dagang Utsman dari Syam yang penuh dengan bahan makanan pokok. Berkumpullah para pedagang, termasuk dari kaum Yahudi yang biasa memonopoli perdagangan bahan makanan, mereka berlomba melakukan penawaran. Utsman berkata, "Berapa banyak kalian akan memberi saya keuntungan?"
"Sepuluh menjadi duabelas." Kata seorang pedagang.
"Ada yang lebih tinggi?" Tanya Utsman.
"Sepuluh menjadi limabelas." Pedagang lain menawar.
"Siapa yang berani menawarnya lebih dari itu, padahal seluruh pedagang Madinah berkumpul di sini?" Utsman menegaskan, tidak ada jawaban.
Utsman bertanya, "Ada yang berani memberi keuntungan sepuluh menjadi seratus, atau sepuluh kali lipat?"
"Apa ada yang mau membayar sebanyak itu?"
"Ada , yakni Allah SWT…." Kata Utsman dengan tegas.
Sikap Rasulullah SAW kepada Utsman
Kasih sayang dan penghargaan Nabi SAW kepada Utsman tidaklah semata-mata karena kedermawanannya. Sejak awal ia memutuskan memeluk Islam, ia langsung dikucilkan oleh kaum kerabat dan lingkungannya. Walau ia hidup dalam kelimpahan harta, ia benar-benar hidup terasing tanpa perhatian dari keluarga besarnya. Karena itulah Nabi SAW langsung menikahkan dengan putri beliau, Ruqayyah.
Ketika tekanan dan ancaman kaum kafir Quraisy makin meningkat kepada para pemeluk Islam, beliau memerintahkan sekelompok sahabat untuk Hijrah ke Habasyah. Utsman dan istrinya termasuk dalam rombongan muhajir pertama ini. Bahkan terhadap Utsman ini, walau ia bukan pemimpin rombongan hijrah, Nabi SAW bersabda, “Utsman adalah muhajir pertama kepada Allah setelah Nabi Luth AS !!”
Kehidupan mereka di Habasyah sebenarnya cukup tenang di bawah perlindungan Najasyi, bahkan akhirnya Najasyi memeluk Islam, tetapi Utsman tidak cukup tenang tinggal berjauhan dengan Nabi SAW. Karena itulah ketika beliau dan kaum muslimin lainnya telah hijrah ke Madinah, tanpa berfikir panjang lagi ia mengemasi barang-barangnya untuk segera berhijrah lagi ke Madinah. Tetapi belum lama tinggal di Madinah, ketika terjadinya perang Badar, istrinya jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia, tepat ketika pasukan muslim pulang dari Badar dengan membawa kemenangan.
Tampaknya Rasulullah SAW tidak ingin Utsman dirundung kesedihan terlalu lama karena ditinggal istri tercintanya, Ruqayyah. Tidak lama kemudian beliau menikahkan Utsman dengan adik Ruqayyah, Ummi Kultsum. Itulah sebabnya Utsman mendapat gelar Dzun Nurain, yang memiliki dua cahaya. Yakni dua cahaya hati Nabi SAW yang telah menjadi istrinya.
Hanya beberapa bulan menjadi istri Utsman, Ummi Kultsum meninggal pada tahun yang sama dengan kakaknya. Tetapi sebagian riwayat lain menyebutkan, Ummi Kultsum wafat pada tahun 9 hijriah. Nabi SAW sangat sedih, bukan sekedar karena kehilangan putrinya, tetapi terlebih karena beliau tidak memiliki putri lagi untuk bisa dinikahkan dengan Utsman. Beliau dengan penuh sesal berkata, “Sekiranya aku mempunyai putri yang ketiga (yang belum menikah), tentulah aku akan menikahkannya dengan Utsman!!”
Dalam riwayat lainnya, untuk mengungkapkan kasih sayangnya kepada Utsman, beliau bersabda, “Seandainya aku memiliki empatpuluh orang putri, tentulah aku akan menikahkannya dengan Utsman, satu persatu setelah lainnya (meninggal)!!”
Sikap beliau yang begitu luar biasa terhadap Utsman, tidak lain karena Utsman adalah seorang yang sangat saleh, khusyu’, penuh kasih sayang kepada orang lain dan rasa malunya yang begitu tinggi, yang juga mencerminkan ketinggian imannya. Penghargaan Nabi SAW atas sikap pemalu Utsman tercermin dalam kisah berikut ini.
Suatu ketika Rasulullah SAW sedang berbaring santai bersama Aisyah, gamis beliau agak terangkat sehingga terlihat betis beliau. Datang Abu Bakar minta ijin untuk masuk. Nabi SAW mengijinkannya dan beliau masih tetap dalam posisi seperti itu. Setelah berbincang-bincang beberapa lamanya, Abu Bakar pulang. Sesaat kemudian datang Umar bin Khaththab minta ijin bertemu. Beliau mengijinkannya dan melayani perbincangan dengan Umar dalam posisi santai seperti semula. Setelah Umar pulang, datanglah Utsman meminta ijin untuk bertemu. Segera saja Nabi SAW duduk dan merapikan pakaian beliau serta menutup betis beliau yang terbuka dengan gamis, barulah beliau mengijinkan Utsman masuk.
Setelah Utsman pulang, Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak bersiap-siap untuk kedatangan Abu Bakar dan Umar, sebagaimana engkau menyambut kedatangan Utsman?”
Beliau bersabda, “Utsman adalah seorang yang sangat pemalu (peka perasaannya). Jika ia masuk dan aku dalam keadaan berbaring seperti sebelumnya, ia pasti akan merasa malu (risih) dan akan segera pulang sebelum menyelesaikan/menyampaikan keperluannya. Wahai Aisyah, tidakkah aku patut merasa malu kepada seseorang yang disegani para malaikat!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar