Sabtu, 20 Oktober 2012

Umair bin Abi Waqqash RA, Sahabat yang Syahid di Perang Badar

            Umair bin Abi Waqqash RA telah memeluk Islam pada masa permulaan, sebagaimana kakaknya Sa'ad bin Waqqash, hanya saja ketika itu ia masih anak-anak. Usia yang masih sangat belia tidak menghalangi semangatnya untuk terus memperkokoh keimanan dan keislamannya. Justru karena itu, pengajaran Nabi SAW menjadi sangat lekat dalam pikirannya, nilai-nilai keimanan seakan menjadi ‘warna’ perkembangan kejiwaannya sehingga ia menjadi seorang muslim yang ‘militan’.
            Umair ikut berhijrah ke Madinah ketika usianya belasan tahun, begitu juga ketika Perang Badar berlangsung. Ketika pasukan muslim siap diberangkatkan ke Badar, ia berlarian kesana kemari di antara anggota pasukan lainnya. Sa'ad sangat heran melihat kelakuan adiknya ini, dan ia menanyakan sebabnya berbuat seperti itu. Umair berkata, "Saya khawatir, jika Rasulullah SAW mengetahui keberadaan saya di sini, beliau akan melarang saya ikut dalam pertempuran ini, karena saya masih sangat muda. Padahal saya sangat berharap bisa menyertainya, dan saya juga berharap akan memperoleh syahid…!"
Belum sempat Sa’d berkomentar, kekhawatirannya menjadi kenyataan, Rasulullah SAW mengetahui keberadaannya, dan beliau langsung melarangnya ikut karena masih terlalu muda. Umair menangis sesenggukan, penuh dengan kepiluan, padahal semangatnya telah memuncak untuk bisa bertempur membela panji-panji keislaman dan keimanan, sesuai dengan tuntutan jiwanya.
Dengan tangis kesedihan yang tidak bisa ditahan, ia memohon dengan sangat kepada Nabi SAW agar beliau mengijinkannya ikut serta. Melihat semangat dan tangis kesedihannya, beliau tidak tega juga. Sesaat beliau memandang kepada Sa’d, yang tampaknya ikut terlarut dalam kesedihan adiknya itu, kemudian Nabi SAW mengijinkannya ikut bergabung dengan pasukan yang dipersiapkan untuk berangkat menuju Badar.
Tidak terkira kegembiraan yang dirasakan Umair mendengar sabda beliau tersebut. Berkali-kali ia mengucapkan terima kasih kepada Nabi SAW, layaknya seseorang yang telah menerima anugerah dan hadiah yang sangat besar, sangat berharga bagi hidupnya. Kalau sekarang ini bisa digambarkan dengan kegembiraan seseorang yang mendapat hadiah satu milyar. Sa’d ikut terlarut dalam kegembiraan bersama adiknya, apalagi kemudian Nabi SAW mendoakan kebaikan untuk dirinya.
            Ketika perang mulai berkecamuk, tanpa ragu-ragu lagi Umair menerjunkan diri dalam kancah pertempuran. Sama sekali tidak tampak kalau ia baru pertama kalinya terjun dalam suatu pertempuran, karena semangatnya yang begitu membara. Setelah ia menerobos kepungan demi kepungan pasukan kafir Quraisy yang jumlahnya lebih dari tiga kali lipatnya itu, ia terjatuh karena terlalu banyaknya luka-luka yang dialaminya. Dan Allah mengabulkan harapannya untuk memperoleh syahid dalam peperangan Badar ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar