Jabir bin Abdullah adalah seorang
sahabat Anshar yang cukup banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi SAW. Ia putra
salah seorang pahlawan Uhud yang syahid dalam pertempuran tersebut, yaitu
Abdullah bin Amr bin Haram. Ketika menghimpun pasukan ke Uhud, ia sebenarnya
ikut “mendaftarkan diri” menjadi mujahid dalam pertempuran tersebut bersama
ayahnya, tetapi Nabi SAW hanya mengijinkan salah satunya. Akhirnya Jabir
mengalah dan mendahulukan ayahnya untuk mengikuti Perang Uhud.
Sepulangnya dari
perang Uhud, hanya semalam tinggal di Madinah, Nabi SAW kembali menghimpun
pasukan untuk mengejar kaum musyrikin Makkah yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin
Harb. Cukup banyak yang ingin bergabung, termasuk sekitar tigaratus kaum
munafiqin pimpinan Abdullah bin Ubay, yang dalam perang Uhud mereka “ngacir’
(pulang dahulu, desersi) sebelum pertempuran dimulai. Tetapi dengan tegas Nabi
SAW bersabda, "Yang boleh bergabung dalam pasukan ini, hanyalah
orang-orang yang sebelumnya mengikuti perang Uhud."
Jabir datang
kepada Nabi SAW dan meminta ijin untuk mengikuti pasukan tersebut, ia berkata,
"Ya Rasulullah SAW, aku sangat senang bila senantiasa mengiringi engkau
berjuang di jalan Allah. Tetapi kemarin itu ayahku meminta agar aku tinggal di
rumah mengurusi saudara-saudaraku. Karena itu, ijinkanlah aku mengikuti
peperangan kali ini, sebagai ganti ayahku yang telah syahid di medan Uhud."
Sebenarnya Nabi SAW mengijinkan mereka yang dalam kesedihan karena kehilangan anggota keluarganya di Uhud untuk tetap tinggal di Madinah. Karena itu beliau menyarankan Jabir untuk tidak menyertai pasukan ini. Tetapi Jabir tetap memaksa sehingga beliau mengijinkannya ikut serta. Peperangan yang dikenal dengan nama Hamra'ul Asad ini, akhirnya tidak sampai terjadi kontak bersenjata, karena pasukan kaum Quraisy ketakutan, dan lebih memilih kembali ke Makkah.
Ayahnya, Abdullah bin Amr bin Haram atau dikenal dengan nama Abu Jabir, gugur di Uhud dengan meninggalkan hutang, maka Jabir datang kepada Nabi SAW untuk minta tolong membebaskan hutang-hutangnya. Beliau-pun menyampaikan permintaan Jabir tersebut, tetapi para pemberi hutang tersebut enggan untuk memenuhinya. Karena itu Nabi SAW bersabda pada Jabir, “Pergilah, atur kurmamu yang bermacam-macam itu, ajwah sebagian, azqa zaid sebagian, dan beberapa lainnya. Beritahukanlah kepadaku jika selesai!"
Sebenarnya Nabi SAW mengijinkan mereka yang dalam kesedihan karena kehilangan anggota keluarganya di Uhud untuk tetap tinggal di Madinah. Karena itu beliau menyarankan Jabir untuk tidak menyertai pasukan ini. Tetapi Jabir tetap memaksa sehingga beliau mengijinkannya ikut serta. Peperangan yang dikenal dengan nama Hamra'ul Asad ini, akhirnya tidak sampai terjadi kontak bersenjata, karena pasukan kaum Quraisy ketakutan, dan lebih memilih kembali ke Makkah.
Ayahnya, Abdullah bin Amr bin Haram atau dikenal dengan nama Abu Jabir, gugur di Uhud dengan meninggalkan hutang, maka Jabir datang kepada Nabi SAW untuk minta tolong membebaskan hutang-hutangnya. Beliau-pun menyampaikan permintaan Jabir tersebut, tetapi para pemberi hutang tersebut enggan untuk memenuhinya. Karena itu Nabi SAW bersabda pada Jabir, “Pergilah, atur kurmamu yang bermacam-macam itu, ajwah sebagian, azqa zaid sebagian, dan beberapa lainnya. Beritahukanlah kepadaku jika selesai!"
Jabir
melaksanakan apa yang diperintahkan Nabi SAW dan segera diberitahukan kepada
Nabi SAW setelah selesai. Beliau memerintahkan Jabir untuk memanggil semua
orang yang menghutangi ayahnya. Ketika mereka semua telah berkumpul, beliau
duduk di atas atau di tengah-tengah kurma tersebut dan beliau bersabda kepada
Jabir, "Takarlah, dan bayarkan kepada mereka yang berpiutang kepada
ayahmu…!"
Mereka yang menagih hutang ayahnya maju satu persatu, Jabir menakar dan memberi tambahan secukupnya, sehingga semua tanggungan ayahnya dapat diselesaikan, dan anehnya kurma-kurmanya yang berada di sekitar Nabi SAW duduk tidak berkurang sedikitpun.
Mereka yang menagih hutang ayahnya maju satu persatu, Jabir menakar dan memberi tambahan secukupnya, sehingga semua tanggungan ayahnya dapat diselesaikan, dan anehnya kurma-kurmanya yang berada di sekitar Nabi SAW duduk tidak berkurang sedikitpun.
Sungguh suatu
peristiwa menakjubkan dimana mu’jizat Nabi SAW membantu menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh keluarga Jabir bin Abdullah. Ada satu peristiwa lagi, dimana mu’jizat Nabi
SAW ikut “campur tangan” sehingga niat baik Jabir yang sebenarnya kecil dan
sederhana saja, menjadi berdampak besar dan bermanfaat bagi banyak orang.
Peristiwa ini
terjadi saat penggalian parit (khandaq) di sekeliling kota Madinah, sebagai benteng pertahanan atas
rencana serangan besar-besaran yang akan dilakukan oleh orang-orang kafir
Quraisy Makkah dan sekutunya. Penggalian parit dengan panjang 30 km, sedalam 3
meter dan lebarnya 7 meter tersebut berlangsung selama hampir satu bulan. Tidak
jarang para sahabat yang menegrjakan penggalian parit ini dilanda kelaparan
karena keterbatasan makanan, termasuk juga Nabi SAW.
Suatu ketika
Jabir melihat Nabi SAW dalam keadaan sangat lapar. Memang, ia tidak melihat
Nabi SAW memakan sesuatu dalam tiga hari terakhir, kecuali hanya air putih.
Bahkan beliau telah mengganjal perut beliau dengan batu untuk mengurangi efek
lapar. Jabir memiliki seekor kambing kecil yang tidak terlalu gemuk, dan ia
ingin mempersembahkannya untuk Rasulullah SAW, karena itu ia diam-diam pulang.
Ia menyembelih dan membakar kambing tersebut, dan menyuruh istrinya untuk
membuat roti dari gandum.
Setelah makanan
siap, dengan diam-diam ia mengundang Rasulullah SAW saja untuk datang ke
rumahnya. Begitu menerima undangan Jabir, Beliau meminta seseorang mengumumkan
undangan itu, "Pergilah
kalian semua ke rumah Jabir."
Jabir-pun
terkejut dan menggumam, "Innalillahi wa innaa ilaihi rooji'un."
Tetapi ia tidak
berkata apa-apa dan mengiringi Rasulullah SAW berjalan ke rumahnya, diikuti
semua orang yang menggali parit. Istri Jabir begitu terkejut melihat rombongan besar
itu dan bertanya kepada suaminya, tetapi Jabir berkata, “Rasulullah SAW lebih
tahu apa yang beliau lakukan!!”
Istri Jabir
segera menghidangkan roti dan daging yang tidak seberapa itu. Rasulullah SAW duduk
menghadapi makanan, setelah berdoa dan membaca basmalah, beliau mulai
menyantap. Setelah selesai, Nabi SAW menyuruh satu rombongan, sebanyak sepuluh
orang, masuk untuk makan. Setelah mereka ini kenyang dan keluar rumah Jabir,
satu rombongan lagi diperintahkan masuk untuk makan sekenyang-kenyangnya.
Begitu seterusnya berulang-ulang hingga semua sahabat pekerja khandaq terobati
rasa laparnya, dan memiliki tenaga baru untuk menggali parit pertahanan.
Sungguh keberkahan karena doa Rasulullah SAW dan keikhlasan Jabir bin Abdullah.
Jabir selalu
menyertai Rasulullah SAW dalam berbagai pertempuran setelah Perang Uhud
tersebut. Tidak jarang ia mengalami dan meyaksikan peristiwa luar biasa
(mu’jizat) Rasulullah SAW seperti dalam perang Khandaq tersebut. Pernah dalam
suatu perjalanan atau pertempuran, mereka masuk waktu shalat asar di tengah
‘belantara’ padang
pasir yang gersang. Persediaan air yang ada hanya satu geriba, hanya mencukupi
untuk berwudhu dan minum beberapa orang saja.
Beberapa sahabat pergi menyebar, tetapi tidak ditemukan sumber air untuk
berwudhu ataupun minum.
Akhirnya Nabi
SAW memerintahkan agar air tersebut dituang ke dalam wadah (baskom), sambil
berdoa beliau memasukkan tangan beliau ke dalam wadah tersebut dan membuka
jari-jarinya. Dan sungguh mencengangkan, dari sela jari-jari beliau mengalir
air sehingga air dalam wadah tersebut meluap. Beliau bersabda, “Marilah, siapa
yang ingin berwudhu dan minum, ini adalah berkah dari Allah!!”
Satu persatu
para sahabat datang untuk berwudhu dan minum. Setelah semua selesai, mereka
mengisi tempat-tempat air (geriba)-nya hingga penuh. Setelah tidak ada lagi
yang mengambil airnya, Nabi SAW mengeluarkan tangan beliau dari wadah tersebut
dan air-pun berhenti mengalir. Nabi SAW berwudhu dan minum dari wadah tersebut,
dan Jabir yang memang berada di sebelah beliau yang menuangkannya.
Sewaktu Jabir
meriwayatkan peristiwa ini, ada yang menanyakan berapa jumlah sahabat yang ikut
dalam pasukan tersebut. Jabir berkata, “Sekitar seribu empatratus orang sahabat!!”
Jabir bin
Abdullah berusia lanjut, dan sempat mengalami masa-masa fitnah, hanya saja
tidak ada (atau, saya belum menemukan) penjelasan bagaimana sikap dan perannya
saat itu. Bisa jadi ia memilih berada di luar wilayah pertikaian, karena
sebagian besar sahabat Anshar seperti dirinya memang ‘terabaikan’ oleh
pemerintahan muslim saat itu. Satu hal yang memang telah pernah ‘diramalkan’ jauh
sebelumnya oleh Nabi SAW, yakni setelah selesainya Perang Hunain. Ia meninggal
di masa khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah.
Subhanallah...terimakasih. Jazakallah.... ini kisah yang sangat menyentuh hati, dan menghidupkan hati yang gersang.
BalasHapus