Selasa, 15 April 2014

Khaitsamah bin Harits RA, Sahabat yang Syahid di Perang Uhud

Ketika Nabi SAW menggerakkan pasukan ke Badar, yang saat itu tujuan utamanya untuk menghadang kafilah dagang Quraisy, Khaitsamah bin Harits dan putranya, Sa’d bin Khaitsamah mendatangi Nabi SAW untuk mengikutinya. Tetapi Nabi SAW menolak jika mereka berdua yang mengikutinya, dan hanya salah satu saja yang diijinkan. Khaitsamah berkata kepada anaknya, "Tidak bisa tidak, salah seorang dari kita harus tinggal, karena itu tinggallah kamu dan bersenang-senanglah bersama istri-istrimu!"
Tetapi Sa'd menolak perintah ayahnya tersebut. Untuk membaktikan diri kepada Nabi SAW dan Islam, ia tidak ingin mengalah begitu saja. ia berkata, "Jika tidak karena jannah, aku akan mendahulukan ayah untuk berangkat. Sesungguhnya aku menginginkan syahid di tempat yang kutuju ini."
Mereka berdua berdebat dan bertahan dengan argumentasi masing-masing, tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya Nabi SAW menyarankan mereka untuk melakukan undian, ternyata Sa'd yang menang dan terpilih ke Badar mengikuti pasukan yang dibentuk beliau. Khatsamah amat bersedih, tetapi ia tidak punya pilihan lain kecuali menerima keputusan Rasulullah SAW ini.
Tujuan utama untuk menghadang kafilah itu mengalami kegagalan karena Abu Sufyan bin Harb yang menjadi pimpinan kafilah itu sangat hati-hati dan waspada. Ia berhasil lolos dan pasukan muslimin yang hanya berjumlah 314 harus berhadapan dengan pasukan Quraisy sejumlah seribu orang yang dipimpin Abu Jahal. Walaupun secara umum pasukan muslimin menang, tetapi Sa’d menemui syahidnya di tangan algojo Quraisy, Amr bin Abdu Wudd. Khaitsamah menerima kabar ia dengan sedih sekaligus bahagia, sedih karena kehilangan putranya, tetapi bahagia karena Sa’d memperoleh apa yang dicita-citakannya, yakni mati syahid di jalan Allah.   
Pada tahun berikutnya, ketika Nabi SAW sedang mempersiapkan pasukan untuk Perang Uhud, Khaitsamah bin Harits mendatangi Nabi SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, tadi malam aku bermimpi bertemu dengan anakku, Sa’d bin Khaitsamah dalam keadaan yang seindah-indahnya. Ia menikmati hidup yang nyaman di surga. Ia berkata kepadaku : Wahai ayah, apa yang dijanjikan Tuhanku benar adanya, maka segeralah engkau menemui aku untuk bercengkerama di surga. Pagi harinya waktu bangun, aku sungguh merasa sangat rindu untuk menemani anakku dan bertemu Tuhanku. Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar aku dikaruniai ‘rezeki’ mati syahid…!!”
Nabi SAW tersenyum mendengar cerita Khaitsamah, dan kali ini beliau mengijinkan dia untuk mengikuti pertempuran tersebut. Beliau juga mendoakan seperti yang dikehendakinya.
Ketika perang Uhud dimulai, Khaitsamah langsung menerjunkan diri dalam medan perang dan berjuang dengan gencarnya. Pada mulanya kaum muslimin mendapat kemenangan yang gemilang, tetapi ketika sebagian besar para pemanah di atas bukit turun untuk mengumpulkan barang rampasan perang, keadaan berbalik. Pasukan muslimin terdesak, bahkan banyak yang melarikan diri, sedikit saja bertahan mati-matian untuk menjaga keselamatan Rasulullah SAW. Tetapi karena kekuatan yang tidak berimbang, sedikit dari mereka yang bertahan itu sebagian menemui syahidnya di tangan pasukan Quraisy, termasuk Khaitsamah bin Harits.
Jenazah para syuhada Uhud sebagian besar mengalami luka-luka yang parah karena banyaknya sayatan pedang dan tusukan tombak yang dialaminya. Sebagian lainnya juga sengaja dirusak oleh pasukan Quraisy sebagai pelampiasan dendam atas kekalahan mereka di Perang Badar. Secara fisik jenazah mereka mungkin tampak mengenaskan dan menyedihkan, tetapi sesungguhnya jiwa-jiwa mereka merasa senang dan tersenyum bahagia, termasuk di antaranya Khaitsamah. Ia telah memenuhi kerinduannya untuk bertemu putranya, Sa’d, bersama-sama bercengkerama di surga, merasa tentram dan bahagia bertemu dengan Tuhannya, Allah SWT.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar